Titik ekuivalen adalah kondisi secara teoritis dimana jumlah titran yang telah ditambahkan pada saat titrasi ekuivalen secara kimia dengan jumlah analit. Ekuivalen secara kimia ini artinya jumlah titran yang bereaksi adalah sesuai secara stoikiometri dengan yang dibutuhkan oleh analit. Untuk lebih mudah memahami ini maka saya akan contohnya dari reaksi berikut ini.
Titik ekuivalen pada saat kita menitrasi larutan NaCl dengan AgNO3 dicapai saat 1 mol AgNO3 tepat bereaksi dengan 1 mol NaCl berdasarkan reaksi berikut,
NaCl + AgNO3 —> AgCl + NaNO3
atau jika terdapat 2 mol NaCl maka titik ekuivalen tercapai saat penambahan 2 mol AgNO3, artinya perbandingan mol NaCl denngan AgNO3 secara stoikiometri adalah 1 : 1 pada saat titik ekuivalen terjadi.
Untuk titrasi antara asam sulfat H2SO4 dengan natrium hidroksida NaOhH maka titik ekuivalen akan di capai pada saat 2 mol NaOH tepat bereaksi dengan 1 mol H2SO4 berdasarkan reaksi berikut ini,
2 NaOH + H2SO4 –> Na2SO4 + 2H2O
Kita tidak akan dapat menentukan kapan titik ekuivalen terjadi pada saat melakukan titrasi, sebab titiak ekuivalen ini sangat susah untuk diamati. Namun yang dapat kita amati adalah estimasi dimana kira-kira titik ekuivalen terjadi melalui perubahan fisika yang berhubungan dengan kondisi terjadinya titik ekuivalen.
Perubahan inilah yang disebut sebagai titik akhir titrasi. Setiap usaha dilakukan untuk meminimalisasi perbedaan volume atau massa antara titik ekuivalen dengan titik akhir titrasi sekecil mungkin. Perbedaan ini akan selalu terjadi disebabkan oleh banyak faktor diantaranya adalah kejelian pengamat atau orang yang melakukan titrasi untuk mengamati terjadinya titik akhir titrasi dan tingkat ketrampilan seseorang dalam melakukan titrasi.
Perbedaan antara volume atau massa antara titik ekuivalen dengan titik akhir titrasi kita sebut sebagai titrasi eror dan dirumuskan dalam bentuk,
Et = V ekuivalen – V titik akhir titrasi
Kejelian mata dari orang yang melakukan titrasi sangat berpengaruh terhadap titrasi eror. Yok perhatian dua tabung erlenmeyer berikut ini
Erlenmeyer sebelah kiri memiliki warna pink yang lebih pekat dibandingkan dengan erlenmeyer yang sebelah kanan. Kepekatan warna indikator yang terjadi pada saat penentuan titik akhir titrasi sangat berpengaruh pada titrasi eror. Erlenmeyer sebelah kiri memiliki totrasi eror yang lebih tinggi dibandingkan erlenmeyer yang sebelah kanan. Seharusnya titrasi yang bagus berhenti saat titik akhir titrasi didapatkan seperti warna erlenmeyer sebelah kanan.
Indikator biasanya ditambahkan ke dalam analit untuk membantu mengamati perubahan fisika yang dapat terjadi pada saat titik akhir titrasi atau mendekati titik ekuivalen. Indikator yang banyak di gunakan adalah indikator yang dapat menimbulkan perubahan warna atau perubahan turbiditas (kekeruhan). Sebagai contoh adalah pada saat titrasi pengendapan ion silver dengan kalion tiosianat, kit amenggunakan indikator sejumlah kecil larutan FeCl3 dimana titik akhir titrasi akan dapat diketahui dengan perubahan warna merah karena reaksi ion Fe3+ dengan ion tiosianat,
Fe3+ + SCN- —-> FeSCN2- (merah)
Untuk titrasi antara asam klorida HCl dengan natrium hidroksida NaOH kita biasanya menggunakan indikator pp atau fenolftalein dimana titik akhir titrasi kita bisa amati dengan perubahan warna pp dari tidak berwana menjadi berwarna pink (fuksia)
Walaupun kita sulit untuk mengamati titik ekuivalen akan tetapi titik ekuivalen dapat diamati dengan menggunakan instrumen. Instrumen ini merespon perubahan yang terjadi pada larutan yang sangat spesifik pada saat titrasi dilakukan. Instrumen yang umum dipakai adalah kolorimeter, turbidimeter, perubahan suhu, refraktometer, voltmeter, amperemeter, atau pengukuran konduktifitas.